Ad Code

Liputan News Sambas

Sengkuni: Mastermind di Balik Kehancuran Hastinapura yang Abadi dalam Pelajaran Politik Modern







 Sengkuni: Mastermind di Balik Kehancuran Hastinapura yang Abadi dalam Pelajaran Politik Modern 


Oleh: Sunardi 


SAMBAS, 27 Mei 2025. Dalam expos Mahabharata, nama Sengkuni tidak sekadar tokoh antagonis. Ia adalah simbol liciknya permainan politik, penghasut ulung yang membakar permusuhan hingga memicu perang saudara terbesar dalam sejarah. Kisahnya kembali relevan dalam diskusi politik kontemporer, terutama sebagai metafora untuk menggambarkan taktik adu domba dan ambisi kekuasaan yang tak beretika.  

Sengkuni, atau Harya Suman, adalah pangeran dari Kerajaan Gandhara yang terlahir dengan sifat licik akibat pengaruh Batara Dwapara, dewa kelicikan dalam mitologi Jawa. Dendamnya bermula dari pernikahan adiknya, Gandhari, dengan Destarata—raja buta Hastinapura—yang ia anggap sebagai penghinaan terhadap keluarga Gandhara .  

Sebagai penasihat Duryudana (putra sulung Destarata), Sengkuni memanfaatkan ambisi keponakannya untuk merebut tahta dari Pandawa. Ia meracuni pikiran Duryudana dengan narasi "Pandawa mencuri hakmu!". Dengan kata-kata berbisa, ia mengubah persaingan saudara menjadi pertarungan berdarah.  

Sengkuni tidak pernah mengangkat senjata. Kekuatannya terletak pada strategi psikologis dan manipulasi, Permainan Dadu. Ia merancang permainan dadu curang yang membuat Yudhistira kehilangan kerajaan, harta, bahkan istri Pandawa, Dropadi. Adegan penghinaan Dropadi di depan umum menjadi puncak kejahatan moralnya. Politik Adu Domba Sengkuni terus menyulut kebencian Duryudana terhadap Pandawa, termasuk merencanakan pembunuhan melalui racun dan pembakaran istana Lakshagraha. Eksploitasi Kelemahan Destarata Raja yang buta fisik dan "buta hati" ini mudah dihasut karena rasa sayang berlebihan pada Duryudana.  

Di hari ke-18 perang Kurukshetra, Sengkuni tewas di tangan Bima (Werkudara), salah satu Pandawa. Kematiannya bukan sekadar pembalasan dendam, melainkan simbol kemenangan dharma atas adharma. Sebelum gugur, ia masih bersikukuh pada sifat liciknya, bahkan tak menunjukkan penyesalan.  

Karakter Sengkuni menjadi viral di TikTok dan platform media sosial sebagai istilah gaul untuk menyebut tokoh yang gemar memecah belah, terutama dalam konteks politik Indonesia. 

Contohnya, istilah "politik Sengkuni" kerap dikaitkan dengan praktik black campaign, hoaks, atau konspirasi untuk meraih kekuasaan.  

Masyarakat diajak belajar dari kisah Sengkuni tentang Kewaspadaan terhadap Narasi Provokatif, Bisikan kecil yang tidak terbukti bisa memicu konflik besar. Ego Kekuasaan Ambisi tanpa moral hanya melahirkan kehancuran, sebagaimana Sengkuni menjerumuskan Hastinapura ke perang saudara.  

Sengkuni mengingatkan kita bahwa kehancuran sering datang dari dalam—dari iri hati, dendam, dan ambisi buta. Kisahnya menjadi cermin untuk mengevaluasi praktik politik kontemporer "Bukan pedang yang menghancurkan negeri, tapi lidah berbisa yang tak pernah dibungkam".


Sumber : Sejarah Mahabharata

Posting Komentar

0 Komentar